Minggu, 15 Oktober 2017

TINJAUAN PUSTAKA KEJANG DEMAM

TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium dan bukan merupakan suatu gejala intrakranial.1 Terdapat beberapa penjelasan dari definisi tersebut sebagai berikut2,3 :
1.      Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.
2.      Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
3.      Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.
4.      Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, terdapat kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 3

b. Etiologi
Etiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran penting yakni 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam sebelumnya pada masa kecilnya. Hal ini diduga dikaitkan dengan batas ambang kejang anak. 4, 6
            Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut, gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. 1,2,5
 c.  Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.7,8 Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofisiologi dari membran sendiri.7
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh terutama kenaikan suhu tubuh yang terlalu cepat dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat sehingga terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan perantara “neurotransmitter” dan terjadi eksitasi sel nueron yang berlebihan atau kejang.
Suatu studi lain mengungkap bahwa sitokin pro-inflamasi, faktor spesifik umur, dan penyebab dasar demam memiliki peranan tersendiri dalam mencetuskan bangktan pada kejang demam. Sitokin pro-inflamasi dilepaskan sebagai respon tubuh terhadap adanya kerusakan sel dan infeksi seperti interleukin-1β (IL-1β) merupakan jens sitokin yang bertindak sebagai pirogen menyebabkan demam dan sitokin ini secara empiris memiliki peranan proses kejang suatu penyakit.3,5
Selain itu, sitokin pro-inflamasi juga mempengaruhi kestabilan neuronal, dan mampu mengubah transmisi sinaptik pada proses kejang. IL-1β bahkan dikatakan dapat menyebabkan kejang spontan, meskipun tanpa adanya hipertermia. Peningkatan jumlah IL-1β dapat memicu langsung aktivitas epileptik, dan pemberian antagonis reseptor IL-1β memediasi aksi antikonvulsan. Peningkatan produksi IL-1β telah ditemukan secara spesifik dalam cairan serebrospinal pada anak dengan kejang demam.3,5
 Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya dapat disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. 7,8
            Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.7,8

d.  Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI) tahun 2004, kejang demam dapat dibagi menjadi dua tipe anatar lain sebagai berikut.3
  1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), atau KDS
  2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure), atau KDK
Kejang Demam Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau KDS adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. 3 Kejang Demam Kompleks atau complex febrile seizure atau KDK adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini. 3
  • Kejang lama > 15 menit
  • Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
  • Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.3 Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial.3 Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang demam.3
Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua : 2,9
1 . Kejang demam sederhana
a)    Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
b)   Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
c)    Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak > 4 kali
d)   Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e)    Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f)    Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan
2 . Epilepsi yang diprovokasi demam
a)    Kejang lama dan bersifat lokal
b)   Umur lebih dari 6 tahun
c)    Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
d)   EEG setelah tidak demam abnormal
 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain: 1,3
1.      Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
2.      Riwayat kejang demam dalam keluarga
3.      Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal
4.      Riwayat demam yang sering
5.      Kejang pertama adalah kejang demam kompleks
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.1,3

e. Manifestasi Klinis
Serangan kejang pada kasus kejang demam pada umunya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik dan umumnya kejang dapat berhenti sendiri. Anak denga kejang demam akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit setelah bangkitan tanpa adanya kelainan neurologik. 2,5
            Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan cederung jatuh apabila dalam keadaan berdiri saat bangkitan. 2,5
            Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. 2,5

 f. Diagnosis
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan secara klinis ataupun dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi struktural pada sistem saraf. Beberapa hal yang perlu dicari saat melakukan pemeriksaan pada pasien dengan kejang demam antara lain;
  1. Anamnesis5,6
    1. Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
    2. Sifat kejang (fokal atau umum)
    3. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
    4. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
    5. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)
    6. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
    7. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi)
    8. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
    9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
    10. Riwayat trauma kepala
2.      Pemeriksaan fisik5,6
    1. Tanda tanda vital terutama suhu tubuh
    2. Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
    3. Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid.
    4. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan subaraknoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
    5. Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan korteks serebri.
    6. Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
    7. Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
    8. Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
    9. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
    10. Pemeriksaan refleks patologis
    11. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
3.      Pemeriksaan laboratorium1,3,5
a.    Darah lengkap, elektrolit, glukosa darah
b.    Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal
c.    Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS à meningkat pada ensefalitis akut/ensefalopati.
4.      Pemeriksaan penunjang lainnya1,2,3,5
a.    Lumbal Pungsi à curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
b.    EEG à tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan.
c.    CT-scan atau MRI tidak dilakukan pada KDS yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel.

g.  Penatalaksanaan
Penatalaksaan kejang demam difokuskan pada 4 hal berikut, yakni  2,3,4,5,7
1. Mengatasi kejang
2. Pengobatan penunjang dan simtomatis
3. Memberikan pengobatan rumatan
4. Mencari dan mengobati penyebab demam
1. Penatalaksanaan saat Kejang 2,3
Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Jika masih kejang diberikan diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kg.bb iv perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit diberikan dalam waktu 3-5 menit, dosis maksimal 20 mg. Dapat juga digunakan diazepam per rektal dengan dosis diazepam rektal ialah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam per rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan < 10 kg dan 10 mg jika berat badan > 10 kg. Jika setelah pemberian diazepam per rektal kejang belum berhenti, dapat diulang dengan dosis sama setelah selang waktu 5 menit. Tanda-tanda depresi pernapasan diawasi ketika memberika obat-obatan golongan tersebut.
Jika anak masih kejang, dapat diberikan fenitoin intravena 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau < 50 mg/menit. Jika kejang berhenti diberikan dosis rumatan fenitoin yakni 4-8 mg/kgbb/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika masih belum berhenti, pasien harus dirawat di ruang perawatan intensif.
2. Pengobatan Penunjang dan Simptomatis2,4,5
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Posisi kepala pasien dimiringkan saat terjadi kejang untuk mencegah terjadinya aspirasi. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, sedangkan pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Selain memberika kompres hangat pemberian antipiretik disarankan pada pasien kejang demam dengan febris.
3. Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis 1,3,7
Pengobatan rumatan diberikan jika:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
dipertimbangkan jika :
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
2. Terjadi pada bayi < 12 bulan
3. Kejang demam 4 kali/tahun
Jenis pengobatan rumatan (profilaksis) dibagi menjadi dua yaitu,
a.       Profilaksis Intermiten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari (tidak > 5 kali sehari) atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetil salisilat tidak dianjurkan terutama pada usia < 18 bulan karena risiko sindrom Reye.
               Antikonvulsan yang dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam. Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang demam pada 30% - 60 % kasus, begitu pula diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38.5ºC. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
b.      Profilaksis Jangka Panjang
Profilaksis jangka panjang brtujuan untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Lama pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang; kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan. Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah fenobarbital dengan dosis dosis 3-4 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur. Sodium valproat / asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
4. Mencari dan Mengobati Penyebab Demam
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks paling sering berasal dari infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara teoritis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis

h.  Prognosis
1.    Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan pada anak sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan sebelumnya. Perkembangan mental dan neurologis sebagian besar tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Pada penelitian retrospektif dilaporkan bahwa kelainan neurologis setelah terjadinya kejang demam terjadi pada sebagian kecil kasus, terutama pada kasus dengan kejang lama atau kejang demam berulang baik fokal maupun umum.2,6
2.    Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam hingga saat ini belum pernah dilaporkan.2
3.    Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam dapat berulang pada beberapa kasus. Rekurensi kejang demam setelah episode kejang pertama sebesar 30-40% secara keseluruhan, dan meningkat menjadi 50% pada kasus kejang demam pada anak usia kurang dari 1 tahun. Kekambuhan terjadi biasanya dalam waktu 12 bulan.4,6 Dari beberapa penelitian besar, disimpulkan terdapat beberapa faktor risiko terjadinya rekurensi kejang demam, sebagai berikut;4,6
a.       Riwayat kejang demam pada keluarga, terutama pada generasi pertama.
b.      Umur kurang dari 1 tahun.
c.       Suhu yang rendah (< 39oC) pada saat terjadinya kejang demam pertama.
d.      Cepatnya kejang setelah muncul demam.2,3,5,6,7
4.    Kemungkinan terjadinya epilepsi
Faktor risiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Beberapa faktor risiko menjadi epilepsi, adalah:2,6
a.              Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, misalnya cerebral palsy dan retardasi mental.
b.              Kejang demam kompleks.
c.              Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.2
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningktkan kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.2

i.  Konseling dan Edukasi
Konseling dan edukasi diberikan kepada pihak keluarga terutama orangtua penderita dengan memberikan informasi mengenai:1,2,6,7
1.    Prognosis dari kejang demam, di mana umumnya memiliki prognosis baik.
2.    Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau gangguan intelektual akibat kejang demam.
3.    Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan otak.
4.    Risiko kekambuhan penyakit yang sama di kemudian hari dan cara penanganan kejang.
Rendahnya risiko terkena epilepsi dan tidak adanya manfaat menggunakan terapi obat antiepilepsi



Daftar Pustaka
1.    Mendonça de Siqueira LF. Febrile Seizures: Update on Diagnosis and Management. Rev Assoc Med Bras.2010; 56 (4): 489-92.
2.    Mahmoud Mohammadi. Febrile Seizures: Four Steps Algorithmic Clinical Approach. Iran J Pediatr.2010; 20(1): 6-15.
3.    Suwarba I Gusti Ngurah Made, Sutriani Mahalini Dewi, Kari I Komang. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah. SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah.2010:311-315
4.    Farrell Kevin, Goldman RD. The Management of Febrile Seizures. Bc Medical Journal. 2011 ; 53 (6) : 268-273.
5.    Graves RC, Oehler Karen, Tingle LE. Febrile Seizures: Risks, Evaluation, and Prognosis. American Family Physician.2012;85(2):149-153.
6.    Syndi Seinfeld, Pellock JM. Recent Research on Febrile Seizures: A Review. J Neurol Neurophysiol.2013; 4(4): 1-6.
7.    Ojha AR, Shakya KN, Aryal UR. Recurrence Risk of Febrile Seizures in Children. J Nepal Paediatr. 2012; 32 (1): 33-36
8.    Gayathri D, Balachandar CS, Chidambaranathan S. Serum Zinc Levels in Children with Simple Febrile Seizures. International Journal of Current Medical Sciences. 2015; 5(9):28-34.

9.    Hirtz DG. Febrile Seizures. Pediatrics in Review.1997;18(1) : 5-9

TINJAUAN PUSTAKA KEJANG DEMAM

TINJAUAN PUSTAKA a. Definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang...